Kompleksitas Hukum Kepemilikan Tanah di Kecamatan Medan Satria
Jakarta, properti Indonesia – Sebidang tanah seluas 7.515 M2 di Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi berubah menjadi bom waktu hukum yang kompleks, dengan tiga lapis perselisihan antara kasus perdata, pidana, dan administrasi. Situasi kepemilikan yang simpang siur ini bukan hanya persoalan administratif, tapi juga jebakan hukum yang menjerat siapa pun yang berani melangkah masuk.
Hal ini disampaikan Kuasa Hukum PT. Hasana Damai Putra, Fajar. S. Kusumah, Kamis (19/12)
Lebih lanjut ia menjelaskan rumitnya permasalahan yang dihadapinya, menjelaskan bahwa kliennya pernah membeli sebidang tanah seluas 7.515 M2 di Desa Pejuang pada tahun 2010 melalui metode jual beli yang sah. Namun munculnya sertifikasi ganda telah menimbulkan masalah hukum yang berkepanjangan.
“Kami memiliki bukti kuat bahwa PT Hasana Damai Putra adalah pemilik sah tanah tersebut melalui proses hukum jual beli yang dikonfirmasi melalui berbagai tingkat peradilan,” tegas Fajar Bekasi, Rabu (13/12).
Kompleksitas argumen dimulai dengan konflik terkait PT. Hasana Damai Putra dan Rawi Susanto serta lainnya dengan dua penilaian yang bertentangan.
Keputusan pertama (No. 530/Pdt.G/2014/PN.Bks) bahwa tanah P.T. Hassana Damai Putra, keputusan kedua (No. 493/Pdt.G/2019/PN.Bks) yang menyatakan tanah tersebut milik Ravi Susanto, dan lain-lain. Sengketa tersebut kini sedang diperiksa Mahkamah Agung melalui uji materi kedua dengan nomor berkas 1153 PK/PDT/2024, dan Kantor Pertanahan Kota Kasi juga menjadi salah satu pihak.
“Hasana Damai Putra merupakan perusahaan yang memiliki komitmen kuat terhadap tata kelola perusahaan yang baik selama 43 tahun. Tindakannya selalu didasarkan pada proses hukum yang transparan dan akuntabel,” ujarnya.
Tingkat kejahatan semakin memperumit masalah ini. Surat Keterangan Hak Milik (SHM) 6116/Pejuang diketahui diterbitkan dengan menggunakan dokumen palsu dalam putusan pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (No. 1063/Pid.B/012/PN.Bks). Dalam kasus ini, terdakwa Dr. Arkady, SSS, dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran administrasi penerbitan surat keterangan.
“Dampak yang kami alami adalah kerugian materil terkait nilai investasi tanah, terganggunya kegiatan usaha dan reputasi perusahaan yang telah dibangun puluhan tahun,” lanjut Fajr.
“Berbagai langkah hukum akan terus kami lakukan untuk melindungi hak-hak perusahaan. Kami berkomitmen akan menempuh segala jalur hukum yang ada untuk menjamin kebenaran dan keadilan,” kata Fajjar.
Jadi lahan ini masuk zona merah investasi. Setiap upaya atau pengalihan hak berpotensi menimbulkan risiko hukum yang sangat tinggi, karena proses hukum masih berjalan, dan status kepemilikannya belum final.
PT Hasana Damai Putra berharap perselisihan tersebut diselesaikan secara transparan, adil dan bermartabat. Namun lahan seluas 7.515 M2 di Desa Pejuang saat ini masih perlu dilepas oleh pembeli dan investor yang berminat.