PPPSRS se Jabodetabek Amerika Tolak IPL Rusun/Apartemen untuk PPN
Jakarta, properti Indonesia Anggota Persatuan Pemilik Rumah Susun Seluruh Indonesia (P3RSI) menegaskan, mereka akan menggelar aksi damai di depan forum tersebut karena merasa imbauan mereka belum ditanggapi oleh Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo. Kantor Direktur Jenderal Pajak, J. Gatot Subroto, Jakarta.
Hal itu disampaikan Ketua DPP P3RSI Adjit Lauhata pada awal tahun 2018 lalu Acara bincang-bincang Pada akhir Juli lalu, P3RSI melalui Direktur Jenderal Pajak Tunjung Nugroho meminta pemerintah menegaskan Hasil Otorita Daerah (IPL) rumah susun/apartemen tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Saat itu, Tunjung berjanji akan mengundang P3RSI untuk berdiskusi membahas hal tersebut. Namun surat permohonan sidang yang dikirimkan pada 30 Agustus 2024 belum mendapat tanggapan dari Kantor Direktur Jenderal Pajak.
Alih-alih berbicara dengan pemangku kepentingan utama (pemilik dan penghuni apartemen), Ditjen Pajak Jakarta Barat malah mengirimkan surat sosialisasi kepada pengelola apartemen untuk seluruh apartemen di Jakarta Barat, yang akhirnya “secara paksa” mengurangi pengenaan pajak pertambahan nilai atas pajak pertambahan nilai. IPL, di panti jompo. Penghuni yang tinggal di “aliran” adalah membiayai pengelolaan dan pemeliharaan apartemen.
Selain karena Persatuan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (PPPSRS) merupakan organisasi nirlaba, kegiatannya di bidang sosial setara dengan RT/RW, banyak apartemen yang mengalami defisit biaya pengelolaan.
Adjit mengatakan, pemerintah tidak boleh mengenakan pajak yang dapat menimbulkan permasalahan dan penderitaan bagi masyarakat. Tuan tanah dan penghuni dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen atas “Biaya Pemungutan” Kontribusi Otoritas Lokal (IPL) sesuai praktik.
Defisit anggaran pengelolaan ini, lanjut Adjit, serta tunggakan pemilik/pemilik IPL sangat besar. Bisa dipastikan seluruh apartemen di Indonesia menghadapi tunggakan pembayaran IPL hingga miliaran rupiah. Tak sedikit warga, terutama yang berada di apartemen menengah ke bawah (bersubsidi) yang perekonomiannya kurang baik, justru kesulitan membayar IPL. Apalagi dengan adanya penambahan beban PPN sebesar 11 persen tentu akan semakin menyulitkan.
“Meski pengaduan ini sudah kami ajukan ke Dirjen Pajak dalam talkshow, namun tidak ada kekhawatiran dari pemerintah. Pandangan P3RSI terhadap 54 anggota PPPSRS dan puluhan ribu pemilik dan warga menolak keras IPL rumah susun/rumah susun kena pajak. !”
Jika pemerintah terus memaksa, P3RSI bersama ribuan anggotanya (PPPSRS) akan turun ke jalan di Jabodetabek dan mengajak pemilik apartemen dan warga di seluruh Indonesia untuk menolak kebijakan tidak inovatif tersebut.
Menyatukan ribuan warga
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Ketua PPPSRS Kalibata Kota Musdalifa Panka menegaskan, PPPSRS merupakan perwakilan pemilik rumah susun yang ditunjuk untuk mengurus rumah susun tersebut.
Menurut Musdalifa, PPPSRS telah membentuk badan pengelola untuk melakukan kegiatan tanpa mengambil keuntungan dari iuran yang dibayarkan kepada warga. Misalnya di Kalibata Kota, pengurusnya dibentuk oleh PPPSRS sendiri dan bukan ditunjuk oleh badan hukum profesional. Jadi pengurusnya sendiri hampir merupakan satuan kerja PPPSRS.
Menurut Musdalifa, jika merujuk pada SE (Surat Edaran) Dirjen Pajak. SE – 01/PJ.33/1998, tentang perlakuan pajak perkumpulan penghuni atas rumah dengan “Strata Title”. Jelas sekali seperti yang tertera pada ayat 5.
Pengelolaan rumah susun dilaksanakan oleh perkumpulan penggarap atau badan pengelola yang dibentuk oleh perkumpulan penggarap di bawah perkumpulan penghuni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. e. Ini pada dasarnya adalah fungsi yang dilakukan oleh perkumpulan warga. Karena kegiatan perkumpulan warga diselaraskan dengan kegiatan RT/RW yang bergerak di bidang sosial, maka jasa pengelolaan tersebut termasuk dalam pengertian jasa tidak kena pajak dalam pelayanan sosial.
“Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa kegiatan yang dilakukan PPPSRS merupakan kegiatan di tengah masyarakat yaitu mengelola rumah susun ini tanpa mencari keuntungan apapun agar tetap dalam keadaan baik,” kata Musdalifa.
Dalam melakukan jasa pengelolaannya, PPPSRS Kalibata Kota bekerjasama dengan berbagai pihak untuk membayar PPN setiap pembelian barang dan jasa, sehingga jika IPL yang diterima dari warga juga dikenakan PPN, berarti sudah dua kali menyumbang pajak.
Oleh karena itu, kecil kemungkinan kontribusi warga terhadap pendanaan pengelolaan dan pemeliharaan gedung (IPL) akan dikenakan PPN. Karena itu, pengurus PPPSRS dan warga Rusun Kalibata Kota berjanji akan melawan jika pemerintah terus memaksa IPL membayar PPN dan memberikan keadilan bagi warga.
“Pemerintah harus ingat puluhan rusun di Kalibata Kota adalah rumah bersubsidi, banyak pemilik dan warga yang terkendala finansial. Kalau kebijakan yang menimbulkan masalah bagi warga kita tetap diterapkan, kita akan turunkan ribuan warga ke jalan (unjuk rasa), kata Musdalifah.
Terkait Musdalifa, Ketua PPPSRS Royal Mediterranean Garden Bapak Yohannes mengatakan tidak tepat mengenakan PPN pada IPL. Sebab, IPL mencakup iuran penduduk atau iuran bersama. Kemudian dana tersebut dibayarkan kepada vendor yang bekerja di area apartemen untuk mengerjakan pekerjaan apartemen tersebut.
“IPL itu bukan PPN, karena pada prinsipnya PPN dipungut atas transaksi pertambahan nilai. Sedangkan IPL adalah uang yang dipungut dari warga sekitar yang disetorkan ke kasir/rekening bank atas nama PPPSRS yang anggotanya terdiri dari seluruh penghuni komplek apartemen. Pemiliknya adalah Jika IPL menyetorkan dana ke rekening bersama warga, apakah titipan tersebut termasuk transfer kena pajak? “Kalau KPP mencari sumber pembayaran baru, tidak pantas dikenakan PPN di IPL,' bantahnya.
John menjelaskan, banyak tantangan dalam mengelola keuangan di rumah susun/apartemen, salah satunya adalah warga yang selalu protes terhadap kenaikan IPL dan harga IPL yang terhenti. Sementara itu, biaya operasional meningkat setiap tahunnya. Selain itu, kondisi apartemen yang sudah tua (lebih dari 10 tahun), kondisi bangunan dan fasilitas umum memerlukan renovasi sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
“Jadi, kalau pemerintah mau mengenakan PPN pada IPL, harus dikaji secara matang. Jangan sampai membuat stres dan tidak nyaman tinggal di rusun/apartemen karena buruknya kualitas administrasi.” mendapatkan nilai tambah dari transaksi barang dan jasa,” tutupnya.
Ketua PPPSRS Perumahan Mediterania Boulevard Kian Tanto menyatakan keberatannya dan mengatakan pemerintah dalam hal ini menolak jika Dirjen Pajak “memaksa” peserta (IPL) untuk mengelola dan memelihara barang bersama, tanah bersama, dan saham biasa. PPN dibayar.
Kian mengakui betapa sulitnya memenuhi tuntutan pengelolaan dan pemeliharaan gedung apartemen Mediterranean Boulevard Residences. Ketika dana IPL tidak mencukupi untuk biaya operasional, maka manajemen harus mencari sumber pendapatan lain. Menyewakan seperti area umum, barang umum, ruang komersial, BTS, ATM dan lain sebagainya.
Qian mengatakan, karena dana penarikan IPL tidak mencukupi, dana tersebut sebagian besar digunakan untuk pekerjaan konstruksi dan pemeliharaan. Dana tenggelamMereka menjalin kemitraan dengan pemilik dan warga.
“Kami hampir tidak memiliki cadangan (Dana tenggelam“) Cukup, sehingga ketika suatu bangunan dicat atau diperbaiki memerlukan biaya yang besar, maka biayanya harus dibagi rata antara pemilik apartemen dan penghuninya,” jelas Qian.
Kian mengeluhkan PPPSRS yang beberapa tahun terakhir kesulitan memenuhi biaya operasional pengelolaan apartemen tersebut. Apalagi pasca pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi global. Banyak pemilik dan penghuni yang menghadapi kesulitan ekonomi, sehingga hanya sedikit yang menunggak kewajiban pembayaran IPL mereka.
“Kita tidak bisa membayangkan pemerintah menambah beban pemilik dan penghuni rumah susun. Jika IPL membayar PPN, maka bisa dikatakan pengelolaan dan pemeliharaan gedung tersebut akan terancam dan semakin menyulitkan pemilik dan penghuninya. 70 persen penghuni apartemen kami membayar IPL secara rutin,” kata Qian. .
Sementara itu, sekitar 30 persen masih menunggak, seringkali karena alasan ekonomi. Tunggakan IPL sangat sulit ditagih oleh pemilik dan warga. Hal ini tentu akan menghambat kegiatan konstruksi. Akibatnya, dalam 3 tahun terakhir, PPPSRS terpaksa melakukan pengurangan pegawai karena defisit keuangan dalam pengelolaannya.
Oleh karena itu, sebelum mengenakan PPN pada IPL, dia mengimbau kepada pemerintah, ada baiknya melihat terlebih dahulu kondisi lapangan. Saya merasa kasihan pada orang-orang yang perekonomiannya tidak baik akhir-akhir ini. Jadi jika IPL ini dipungut lagi dari PPN, maka permasalahan yang dihadapi warga akan bertambah.